property='og:image'/>

I.   Latar Belakang Historis Kitab Rut

    A.     Penulis dan Penanggalan Kitab Rut
      Secara eksplisit, kitab Rut tidak menyebutkan nama penulisnya. Hal ini umum terjadi dalam sebagian besar kitab naratif Perjanjian Lama (seperti Hakim-Hakim, Samuel, Raja-Raja, bahkan Ayub) yang disusun tanpa mencantumkan identitas penulis secara langsung. Oleh karena itu, informasi mengenai penulis Kitab Rut bersifat hipotesis berdasarkan tradisi Yahudi maupun analisis para ahli biblika.

      Beberapa pandangan utama yang dikenal dalam literatur akademik adalah:

      Tradisi Yahudi kuno (misalnya dalam Talmud Baba Bathra 14b) menyatakan bahwa Samuel adalah penulis Kitab Rut(1). Pandangan ini muncul karena kitab ini diletakkan dalam konteks zaman hakim dan berhubungan dengan silsilah Daud, tokoh kunci yang juga muncul dalam kitab 1 Samuel.

      Menurut para Sarjana Modern Namun sebagian besar sarjana modern meragukan atribusi ini, karena bahasa dan gaya naratif Kitab Rut menunjukkan struktur sastra yang lebih halus dan berkembang, yang memungkinkan kitab ini ditulis pada masa monarki Daud atau bahkan sesudahnya, mungkin pada masa Salomo atau periode pascapembuangan(2).

      Pandangan lain Ada juga pandangan yang menyebut bahwa kitab ini ditulis untuk membela legitimasi Daud sebagai raja, karena ia memiliki keturunan asing (melalui Rut, perempuan Moab). Jadi kitab ini bisa jadi ditulis oleh seorang sejarawan istana atau penulis hikmat dengan tujuan teologis dan politis tertentu(3).

      Dengan demikian, penulis Kitab Rut tidak diketahui secara pasti, tetapi:
      Tradisi: Menyebut Samuel.
      Kajian kritis: Menyatakan anonim, kemungkinan ditulis pada masa monarki awal (Daud-Salomo) atau bahkan periode pascapembuangan.
      Fokus utama kitab ini bukan pada penulisnya, melainkan pada pesan teologis dan naratifnya, sehingga anonimnya penulis justru memperkuat sifat universal pesannya.

B.     Konteks Sosial-Ekonomi Israel pada Zaman Hakim
    Kitab Rut ditulis pada periode yang diyakini terjadi pada zaman hakim (sekitar abad ke-12 hingga ke-11 SM), ketika masyarakat Israel hidup dalam siklus ketidakstabilan sosial dan politik setelah kematian Yosua dan sebelum munculnya monarki (Hakim-Hakim 2:6–23)(4). Dalam periode ini, struktur masyarakat bersifat klanis, dengan keluarga besar (tribal) sebagai unit utama, dan tanah menjadi sumber utama kehidupan ekonomi. Tanah yang subur menentukan kesejahteraan, sedangkan kelaparan dapat menyebabkan migrasi, seperti yang terjadi pada keluarga Elimelek yang pindah dari Betlehem ke Moab (Rut 1:1–2). Fenomena migrasi ini bukan sekadar peristiwa individu, tetapi mencerminkan ketidakpastian ekonomi dan risiko sosial yang dihadapi bangsa Israel pada masa tersebut(5).

    Dalam konteks sosial-ekonomi itu, status perempuan, terutama janda, sangat rentan. Seorang janda, tanpa dukungan laki-laki, sering menghadapi keterbatasan hak kepemilikan tanah dan perlindungan sosial. Kitab Rut menekankan kondisi ini melalui karakter Naomi, yang kehilangan suami dan kedua anak laki-lakinya, sehingga posisinya menjadi marginal secara sosial dan ekonomi (Rut 1:3–5). Penting dicatat bahwa dalam hukum Israel, mekanisme perlindungan seperti levirate marriage dan hak gleaning di ladang (Imamat 19:9–10; Ulangan 24:19) menunjukkan upaya sistemik untuk melindungi perempuan janda, yang secara naratif menjadi landasan munculnya tindakan penyertaan Allah melalui tokoh Rut dan Boas(6).

    Peta historis Kanaan dan Moab pada zaman hakim, menampilkan migrasi Rut dari Moab ke Betlehem, simbol keluarga, ladang, dan interaksi lintas budaya
    “Hubungan Israel dengan bangsa tetangga Moab: migrasi Rut, konteks sosial-ekonomi, dan interaksi lintas budaya pada zaman hakim.”

    Lebih lanjut, interaksi dengan bangsa Moab, yang dianggap asing oleh Israel, menekankan dimensi lintas budaya dan integrasi sosial. Pernikahan antara keluarga Israel dengan orang Moab, seperti yang terjadi antara Mahlon dan Rut, membuka peluang naratif untuk menyoroti ketaatan, kesetiaan, dan providensi Allah di tengah masyarakat yang plural dan terkadang bermusuhan (Rut 1:4–5)(7). Kitab ini, walaupun singkat, merefleksikan realitas historis dan sosial-ekonomi, sekaligus menekankan bahwa Allah bekerja melalui situasi keseharian manusia biasa dan melalui interaksi lintas budaya untuk mewujudkan rencana keselamatan.

    Dengan memahami konteks sosial-ekonomi ini, pembaca dapat menangkap dimensi historis dan teologis kitab Rut, di mana kesetiaan manusia dan penyertaan Allah saling bersinggungan. Kitab ini menegaskan bahwa, meski menghadapi ketidakpastian ekonomi dan posisi marginal dalam masyarakat, kesetiaan dan ketaatan kepada Allah membawa berkat dan providensi yang nyata, yang menjadi pesan utama bagi umat Israel dan juga bagi jemaat Kristen masa kini.

C.     Hubungan Israel dengan Bangsa Tetangga (Moab)
    Hubungan antara Israel dan bangsa Moab pada zaman hakim bersifat kompleks, penuh ketegangan, tetapi juga saling bergantung dalam konteks sosial-ekonomi dan pernikahan antarbangsa. Kitab Rut secara eksplisit menempatkan Moab sebagai latar asing yang kontras dengan tanah Israel, sekaligus menjadi ruang interaksi lintas budaya. Migrasi keluarga Elimelek dari Betlehem ke Moab akibat kelaparan (Rut 1:1–2) menegaskan ketergantungan ekonomi terhadap wilayah tetangga, sekaligus membuka kesempatan bagi pertemuan lintas budaya. Narasi ini menunjukkan bahwa Allah dapat bekerja melalui konteks asing untuk mewujudkan rencana-Nya, sebagaimana terlihat dari kesetiaan Rut, seorang Moabit, yang menjadi bagian dari garis keturunan Daud (Rut 4:17)(8).

    Secara historis, hubungan Israel-Moab sering diwarnai konflik, seperti yang dicatat dalam Kitab Bilangan 21:13–35 dan Hakim-Hakim 3:12–30, di mana Moab kadang menjadi musuh dan kadang rekan dagang. Pernikahan Mahlon dan Rut dengan perempuan Moab mencerminkan praktik sosial dan hukum yang fleksibel, namun tetap berlandaskan norma-norma Israel. Hukum mengenai orang asing (ger) memberikan perlindungan tertentu, seperti hak untuk memungut sisa panen di ladang (gleaning, Imamat 19:9–10), yang menjadi latar praktik keseharian Rut saat bekerja di ladang Boas (Rut 2:2–3)(9).

    Perempuan dan janda Israel kuno memungut sisa panen di ladang, menggambarkan kerentanan sosial dan perlindungan hukum bagi mereka dalam budaya Israel.
    “Posisi perempuan dan janda dalam masyarakat Israel kuno: rentan secara sosial, namun dilindungi melalui hukum penebusan dan hak memungut sisa panen.”

    Selain aspek sosial-ekonomi, hubungan ini juga memiliki dimensi teologis. Rut, seorang Moabit, memilih untuk mengikuti Allah Israel dan mertuanya, Naomi, menunjukkan bahwa iman dan kesetiaan melampaui batas etnis dan nasional. Keputusan Rut (“Allahmu akan menjadi Allahku”) bukan hanya tindakan kesetiaan pribadi, tetapi juga simbol inklusivitas Allah yang bekerja melalui orang asing untuk mewujudkan janji keselamatan (Rut 1:16–17)(10). Hal ini menegaskan bahwa peran bangsa tetangga seperti Moab tidak semata-mata sebagai latar geografis atau historis, melainkan bagian dari narasi providensi ilahi, yang menuntun kepada garis keturunan Daud dan rencana mesianik Allah.

    Dengan demikian, hubungan Israel dengan Moab dalam Kitab Rut mengandung dimensi historis, sosial, dan teologis. Historis, Moab sebagai tetangga yang kadang bersahabat dan kadang bermusuhan. Sosial, interaksi antarbangsa yang melibatkan migrasi, pernikahan, dan hak-hak perempuan. Teologis, Allah bekerja melalui orang asing untuk mewujudkan tujuan-Nya. Narasi ini memberikan pembaca perspektif bahwa Allah tidak terbatas pada satu bangsa atau kultur tertentu, tetapi memperluas karya keselamatan-Nya melalui kesetiaan dan ketaatan manusia, meski mereka berasal dari latar asing.

D.     Posisi perempuan dan janda dalam masyarakat Israel kuno
    Dalam struktur sosial Israel kuno, posisi perempuan sangat ditentukan oleh relasinya dengan laki-laki, baik sebagai anak, istri, maupun ibu. Identitas perempuan hampir selalu dilekatkan pada status suami atau ayahnya, sebagaimana tampak dalam sejumlah narasi Alkitab yang menyebut perempuan hanya dalam kaitan dengan laki-laki, seperti “Naomi istri Elimelek” atau “Rut, istri Mahlon” (Rut 1:2, 4). Ketika seorang perempuan kehilangan suami, ia tidak hanya mengalami duka personal, tetapi juga kehilangan perlindungan hukum dan ekonomi, sehingga menjadi bagian dari kelompok rentan dalam masyarakat. Alkitab mencatat bahwa janda, bersama dengan yatim piatu dan orang asing (ger), dikategorikan sebagai kelompok yang harus secara khusus diperhatikan oleh masyarakat Israel (Ulangan 24:19–21)(11). Hal ini merupakan pengakuan terhadap kenyataan sosial bahwa janda berada dalam posisi marginal dan membutuhkan dukungan komunitas serta mekanisme hukum untuk bertahan hidup.
    Naomi dan Rut berjalan meninggalkan Moab menuju Betlehem, menggambarkan krisis keluarga dan komitmen kesetiaan Rut.
    “Krisis dan Kesetiaan: Naomi dan Rut dalam perjalanan dari Moab ke Betlehem (Rut 1).”

    Kitab Rut memberikan gambaran konkret mengenai kerentanan perempuan dalam kondisi janda melalui sosok Naomi dan Rut. Naomi, setelah kehilangan suami dan kedua anak laki-lakinya, menyatakan bahwa dirinya “pulang dengan tangan kosong” (Rut 1:21), menandakan tidak adanya jaminan ekonomi yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini, hukum Israel menyediakan mekanisme perlindungan sosial, seperti gleaning (hak memungut sisa panen) dan levirate marriage (perkawinan penebusan), yang memungkinkan janda tetap memperoleh nafkah dan keturunan demi meneruskan nama keluarga (Imamat 19:9–10; Ulangan 25:5–10)(12). Namun, penerapan hukum-hukum ini sangat bergantung pada kerelaan dan ketaatan individu laki-laki yang bertanggung jawab sebagai goel (penebus), sehingga sekalipun terdapat perlindungan legal, perempuan tetap berada dalam posisi pasif dan bergantung pada kemurahan hati pihak laki-laki.

    Walaupun demikian, narasi Kitab Rut juga menunjukkan bahwa perempuan tidak sepenuhnya tanpa agensi. Naomi secara strategis merancang rencana untuk mendapatkan penebus bagi Rut (Rut 3:1–4), dan Rut sendiri bertindak dengan inisiatif dan keberanian, sekaligus menunjukkan kesalehan dan ketaatan yang dihargai oleh masyarakat. Boas menyebut Rut sebagai “perempuan yang baik” (eshet chayil), istilah yang juga digunakan dalam Amsal 31 untuk menggambarkan perempuan berhikmat (Rut 3:11)(13). Dengan demikian, meskipun perempuan, khususnya janda, berada dalam posisi rentan secara struktural, Kitab Rut menghadirkan narasi yang menegaskan bahwa kesetiaan, kebijaksanaan, dan ketaatan seorang perempuan dapat menjadi sarana utama bagi Allah untuk bekerja dalam sejarah keselamatan.

II.   Struktur Naratif Kitab Rut

    A.     Krisis keluarga Naomi dan keputusan Rut untuk setia (Rut 1)

Hormat Saya

Tanda tangan penulis

Penulis dari Pinggiran

Catatan Kaki


  1.   The Babylonian Talmud, Baba Bathra 14b, mencantumkan Samuel sebagai penulis Kitab Rut.
  2.   Robert L. Hubbard Jr., Word Biblical Commentary: Ruth (Dallas: Word Books, 1988), 34–35.
  3.   Daniel I. Block, Judges and Ruth, New American Commentary (Nashville: B&H Publishing, 1999), 606.
  4.   Matthew Henry, Commentary on the Whole Bible, Vol. II (Peabody: Hendrickson Publishers, 1994), 143.
  5.   Robert L. Hubbard Jr., Word Biblical Commentary: Ruth (Dallas: Word Books, 1988), 21.
  6.   Gordon J. Wenham, Genesis 16–50, Word Biblical Commentary (Dallas: Word Books, 2000), 311.
  7.   Kathy Keller, Ruth: God’s Faithfulness in Times of Crisis (New York: Crossway, 2021), 56.
  8.   Robert L. Hubbard Jr., Word Biblical Commentary: Ruth (Dallas: Word Books, 1988), 38–39.
  9.   Gordon J. Wenham, Genesis 16–50, Word Biblical Commentary (Dallas: Word Books, 2000), 313.
  10.   Kathy Keller, Ruth: God’s Faithfulness in Times of Crisis (New York: Crossway, 2021), 59.
  11.   Walter C. Kaiser Jr., Toward Old Testament Ethics (Grand Rapids: Zondervan, 1991), 116.
  12.   Elisabeth Meier Tetlow, Women, Crime, and Punishment in Ancient Law and Society (New York: Continuum, 2004), 89–91.
  13.   Daniel I. Block, Judges and Ruth, New American Commentary (Nashville: B&H Publishing, 1999), 628.

Post a Comment

0 Comments