Iman di Tengah Kabut Pemikiran: Antara Kebenaran Allah dan Hikmat Dunia

Di dataran tinggi Mamasa, khususnya di daerah terpencil seperti Lakahang,
Kecamatan Tabulahan, kehidupan orang percaya bergulat tidak hanya dengan keterbatasan
ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga dengan tantangan intelektual dan
spiritual yang halus namun nyata. Banyak anak muda pergi menempuh pendidikan ke
kota, lalu kembali dengan pandangan yang sering kali lebih dipengaruhi oleh
logika dunia daripada terang Injil. Di sinilah pentingnya pemahaman yang kokoh
tentang bagaimana iman Kristen memandang pengetahuan dan kebenaran.
Antara Thomas Aquinas dan Calvin: Dua Pandangan
Besar
Dalam sejarah gereja, ada perbedaan mendasar dalam melihat sejauh mana
orang yang belum mengenal Kristus dapat mengenal Allah. Thomas Aquinas,
misalnya, memandang bahwa melalui akal budi alamiah, manusia dapat mengetahui
keberadaan Allah. Ia bahkan mencontohkan Aristoteles, filsuf kafir Yunani, sebagai
model manusia yang mampu mengenal Allah lewat nalar.
Namun, pandangan ini tidak banyak diikuti oleh tradisi Reformed.
Tokoh-tokoh seperti John Calvin, Abraham Kuyper, dan Cornelius Van Til
menekankan bahwa akibat dosa, pemikiran manusia telah rusak secara radikal.
Bahkan dalam hal-hal yang tampaknya “netral”, seperti ilmu pengetahuan, hukum,
atau moralitas, pemikiran non-Kristen cenderung menyimpang dari kebenaran
Allah.
Lakahang dan Tantangan Pengetahuan Modern

Jika kita melihat ke Lakahang, kita bisa memahami relevansi teologis ini
secara nyata. Masyarakat Kristen di sana menghadapi gelombang arus modernisasi,
dari media sosial, pendidikan umum, hingga pola pikir sekuler, yang sering
membawa filsafat dunia tanpa dasar iman. Beberapa orang mulai mempertanyakan
relevansi ibadah, kepercayaan kepada mukjizat, bahkan otoritas Alkitab.
Mereka yang belum dilahirkan kembali mungkin bisa mengatakan bahwa “langit
itu biru,” tetapi cara mereka menjelaskan mengapa langit biru bisa sangat
berbeda dengan penjelasan seorang percaya. Bagi orang dunia, semuanya hanya
soal sains, energi, dan kebetulan. Tapi bagi orang percaya, keindahan langit
adalah kesaksian tentang kemuliaan Sang Pencipta (Mazmur 19:2).
Anugerah Umum dan Antitesis: Ketegangan yang Nyata
Tradisi Reformed mengajarkan dua hal yang tampaknya bertentangan: anugerah
umum dan antitesis. Anugerah umum berarti Allah, dalam belas
kasihan-Nya, tetap memberi hikmat, kebaikan, dan kemampuan pada semua manusia,
termasuk yang tidak percaya. Namun, antitesis berarti bahwa ada garis
pemisah tajam antara pemikiran yang tunduk pada Kristus dan pemikiran yang
menolak Dia.
Bagaimana kita menjelaskan ini kepada jemaat di Lakahang?
Misalnya, seorang guru di Lakahang mungkin mengajarkan matematika dengan
benar, ini adalah buah dari anugerah umum. Tetapi jika ia mengatakan bahwa
kebenaran itu relatif, bahwa agama hanya soal pilihan pribadi, maka di situlah
antitesis mulai tampak. Ia mengajarkan sebagian kebenaran, tapi dari fondasi
yang bengkok.
Tugas Gereja: Menawan Pikiran bagi Kristus
Paulus menulis, “Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada
Kristus” (2 Korintus 10:5). Artinya, tugas orang Kristen, termasuk di pinggiran
Mamasa, adalah tidak hanya mempercayai kebenaran, tetapi juga meluruskan
cara berpikir berdasarkan iman. Kita tidak cukup hanya tahu bahwa Allah itu
ada. Kita perlu tahu siapa Allah itu menurut wahyu-Nya.
Di tengah situasi Lakahang yang sedang berkembang, gereja harus menjadi
suara profetik dan pengajar kebenaran. Tidak cukup hanya bicara soal moralitas
atau doa, tetapi juga membentuk cara berpikir Kristen sejak usia dini, di
rumah, di sekolah minggu, di ladang, dan di persekutuan.
Penutup: Iman yang Menembus Kabut

Dalam kabut tebal pemikiran dunia, hanya terang firman Tuhan yang dapat
menerangi jalan kita. Di daerah seperti Lakahang, kita dipanggil bukan untuk
bersaing dengan dunia dalam kecanggihan logika, tetapi untuk meneguhkan
kebenaran Injil yang mengubahkan pikiran dan hati. Kita tidak mengajarkan iman
sebagai tambahan atas filsafat dunia, tetapi sebagai dasar segala pengetahuan
yang sejati.
“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.”
(Amsal 1:7)
0 Comments