property='og:image'/>

Kekudusan yang Terkoyak

Ketika Gereja Diam: Seruan untuk Kembali di Kekudusan

Oleh: Rano Yonathan

“Kuduslah kamu, karena Aku kudus.”
(1 Petrus 1:16)

Di tengah ibadah yang khusyuk, lagu-lagu pujian yang mengangkat hati, dan persekutuan yang tampaknya berjalan baik, ada suara yang jarang terdengar, suara kejujuran tentang dosa yang sedang menggerogoti tubuh Kristus dari dalam. Saya menulis ini bukan dari tempat yang tinggi, melainkan dari tempat perenungan yang dalam. Saya bagian dari gereja, bagian dari jemaat, dan bagian dari pergumulan in

Sudah terlalu sering kita mendengar kabar yang sama: seorang anggota jemaat, atau bahkan pelayan gereja, terlibat dalam hubungan terlarang, perselingkuhan, pelanggaran kekudusan, penghianatan terhadap janji nikah. Dan anehnya, kabar seperti itu tidak lagi mengejutkan. Ia hadir seperti angin lewat yang dibicarakan sebentar, lalu dilupakan tanpa pemulihan nyata.

Kadang-kadang kita berpikir: “Ah, itu urusan pribadi. Jangan dicampuri.” Tapi benarkah itu hanya masalah pribadi? Bukankah dosa dalam satu anggota tubuh akan mempengaruhi seluruh tubuh? Rasul Paulus mengingatkan kita, “Sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan roti” (Galatia 5:9). Apa yang dibiarkan berkembang dalam diam, akan menghancurkan dalam senyap.

Budaya Diam yang Membahayakan

Saya pernah menyaksikan sendiri bagaimana kasus demi kasus muncul, disimpan dalam bisik-bisik jemaat, lalu pelan-pelan tenggelam karena “tidak enak dibahas”. Gereja tidak mengambil sikap yang jelas. Pelayan yang jatuh bisa kembali lagi, seolah tak pernah ada luka. Kita takut kehilangan “kerukunan”, padahal yang hilang jauh lebih besar: kekudusan.

Budaya diam terhadap dosa adalah bentuk pengabdian rohani. Ketika gereja lebih memilih kenyamanan dari pada kebenaran, kita sedang membuka pintu bagi kejatuhan yang lebih dalam. Ini bukan soal mencari kesalahan, tapi soal menjaga kekudusan jemaat yang adalah milik Kristus.

Apakah Gereja Masih Takut Akan Allah?

Kita patut bertanya: Mengapa rasa takut akan Tuhan semakin menghilang?
Mengapa pernikahan, yang merupakan cerminan kasih Kristus dan jemaat, menjadi begitu mudah dilaksanakan bahkan di lingkungan yang seharusnya kudus?

Firman Tuhan berkata tegas:

“Pernikahan harus dihormati oleh semua orang dan tempat tidur tidak boleh dicemarkan, karena orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.”
(Ibrani 13:4)

Jika Tuhan sendiri menghargai pernikahan sebagai sesuatu yang kudus, maka gereja pun harus menjaganya dengan serius.

Gereja yang Terluka, Tapi Masih Bisa Pulih

Saya percaya gereja Tuhan bukan tanpa harapan. Bahkan ketika tubuh Kristus terluka karena dosa, Tuhan tetap mampu memulihkannya. Tapi itu hanya akan terjadi jika kita bersedia:

  • Berhenti diam, dan mulai menyuarakan kebenaran dengan kasih.
  • Berhentilah diam, dan mulailah membimbing dengan penggembalaan sejati.
  • Berhenti mengabaikan, dan mulai menegakkan disiplin yang memulihkan.

Di akhir bagian ini, izinkan saya berkata: tulisan ini bukan untuk mempermalukan siapa pun. Ini adalah seruan pertobatan, untuk saya, untuk Anda, untuk kita semua, agar gereja kembali menjadi tempat yang kudus, tempat yang aman, tempat yang jujur, tempat yang hidup dalam terang.

“Sebab itu, marilah kita menanggalkan segala beban dan dosa yang begitu merintangi kita…”  (Ibrani 12:1)

Post a Comment

0 Comments