property='og:image'/>

Antara Kesempatan, Kepercayaan, dan Kejatuhan

Antara Kesempatan, Kepercayaan, dan Kejatuhan: Sebuah Refleksi Nyata

Dalam hidup ini, ada orang-orang yang diberi kesempatan luar biasa. Mereka tidak memulainya dari bawah, tetapi langsung ditarik naik karena hubungan keluarga, kedekatan kekuasaan, atau kepercayaan yang diberikan. Pada awalnya, semuanya tampak ideal: pekerjaan didapat dengan mudah, fasilitas terbuka lebar, akses kekuasaan begitu dekat. Hidup seolah berjalan sesuai rencana, bahkan jauh lebih baik dari kebanyakan orang.

Namun, kesempatan dan kepercayaan bukanlah jaminan masa depan jika tidak disertai karakter dan integritas. Tanpa disadari, kehidupan yang penuh peluang itu berubah menjadi jerat. Ketika seseorang terbiasa menerima tanpa berjuang, terbiasa memegang uang tanpa tanggung jawab, maka saat kepercayaan diuji oleh uang dan ambisi, pilihan-pilihan buruk mulai muncul.

Itulah yang terjadi. Dari seorang pegawai yang mestinya menjadi teladan, beralih menjadi pribadi yang sibuk membuka toko, proyek, usaha, bahkan menjadi perantara dana politik. Ketika semua dijalani bukan karena visi hidup, tetapi karena ketergantungan pada aliran dana dan kekuasaan, maka perlahan arah hidup pun menyimpang. Bahkan dana pembangunan rumah ibadah pun tidak luput dari permasalahan: mulai dari selisih dana yang tidak jelas, laporan yang manipulatif, hingga dugaan penyelewengan yang akhirnya diketahui masyarakat. Awalnya hanya isu, tetapi lama-kelamaan terkuak sebagai kebenaran.

Kepercayaan yang dulu begitu besar, kini berubah menjadi mengecewakan. Pemberi kesempatan, yang dulunya mengangkat dari pengangguran menjadi pegawai, yang memberi mobil, proyek, bahkan menyerahkan urusan politik penting, harus menerima kenyataan pahit: dikhianati oleh orang yang dibesarkannya sendiri. Dan yang paling menyedihkan, dikhianati itu dibalas dengan kalimat datar: "Itu kan dulu..."

Begitulah kenyataan banyak orang: saat dunia memberi panggung, mereka lupa siapa yang membimbing mereka ke sana. Ketika jatuh, bukan hanya reputasi yang rusak, tapi juga hubungan, martabat, dan nilai hidup. Bahkan ruko tempat tinggal pun akhirnya disita bank. Segala usaha, dari toko suku cadang motor, grosiran barang campuran, hingga kredit usaha pun hancur. Sampai akhirnya berpindah-pindah mencari peruntungan di ladang-ladang, dengan dana pinjaman dari orang lain, sementara seragam dinas tak lagi melekat seperti seharusnya.

Di atas semua itu, kehancuran moral pun menyusul. Perselingkuhan, pelanggaran disiplin iman, hingga menjadi buah bibir jemaat. Tidak lagi sekedar soal uang, tapi soal hati yang perlahan-lahan menjauh dari kebenaran. Dan sayangnya, seperti banyak kisah serupa, ini bukan fiksi. Ini nyata. Dan semua orang tahu.

Alkitab pernah mencatat peringatan yang tajam:

"Barangsiapa setia dalam perkara kecil, ia setia juga dalam perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara besar."  (Lukas 16:10)

Ayat ini mengajarkan bahwa ukuran sejati dari kepercayaan bukanlah saat kita diberi tanggung jawab besar, namun justru saat kita diuji dalam hal-hal kecil. Setia dalam hal kecil berarti memiliki integritas di dalam ruang-ruang tersembunyi: laporan dana, kerja administratif, kejujuran saat tidak ada yang melihat. Ketika seseorang gagal di sana, maka sebesar apa pun kesempatan yang ia punya, semuanya akan ambruk pada waktunya.


Tulisan ini bukan untuk menghakimi. Ini adalah ajakan untuk berpikir,  bahwa kesempatan itu bukan hak, melainkan tanggung jawab. Bahwa kepercayaan bukanlah modal untuk dimanfaatkan, melainkan amanah untuk dijaga. Dan bahwa hidup bukan hanya soal apa yang kita miliki hari ini, tetapi tentang siapa kita menjadi dalam perjalanan yang panjang.

Mungkin ada banyak “orang-orang” lain di luar sana, dengan cerita yang berbeda tapi kejadiannya serupa. Mari kita belajar, agar ketika Tuhan memberi kita kepercayaan, kita tidak menyalahgunakannya, tetapi mengembangkannya demi kemuliaan-Nya.

“Apa artinya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?”  (Markus 8:36)

 

Post a Comment

0 Comments