property='og:image'/>

Ketika Pagi Menjadi Ladang Pelayanan


Jumat Bersih: Ketika Pagi Menjadi Ladang Pelayanan

Tepat pukul 05:30, seperti Jumat-Jumat sebelumnya, kami kembali berkumpul di rumah salah satu anggota persekutuan. Dalam keheningan pagi yang masih berbalut kabut tipis, kami delapan orang saling menyapa dengan senyum dan semangat yang tak pernah habis. Meskipun salah satu dari kami datang terlambat, ia tetap mengejar langkah kami dan ikut mengambil bagian dalam kegiatan hari ini. Ini bukan soal waktu datang, tapi soal hati yang tetap mau hadir dan melayani.

Hari ini, rute yang kami lalui dimulai dari tempat kami berkumpul hingga batas lingkungan Salulossa, melewati jalan poros Lakahang–Mamasa. Di sepanjang jalan itu, kami memungut sampah, tanpa alat bantu, hanya dengan tangan yang kami percaya telah lebih dulu dibersihkan oleh niat baik.




Makna Rohani di Balik Sampah

Kami percaya bahwa hidup orang percaya tidak hanya tentang berdoa dan bernyanyi, tetapi juga merawat tentang ciptaan Allah. seperti tertulis:

“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.”
(
Kejadian 2:15)

Jumat Bersih mengingatkan kami bahwa bumi ini adalah taman yang harus dirawat, bukan dirusak. Setiap sampah yang kami pungut adalah simbol tanggung jawab kami terhadap lingkungan dan sesama.

Tidak ada kegiatan tambahan. Cukup berjalan dan membuang sampah. Namun kami tahu, ada sesuatu yang sedang dibersihkan, tidak hanya di jalanan, tetapi juga di dalam hati kami masing-masing.

Dalam diam yang hanya diselingi tawa ringan dan percakapan pendek, kami sadar bahwa kegiatan ini bukan sekadar membersihkan lingkungan. Kami sedang belajar membangkitkan hati, mengikis ego, dan melatih kepekaan. Seperti yang pernah dikatakan Bunda Teresa, “Kita tidak semua bisa melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa melakukan hal-hal kecil dengan kasih yang besar.” Dan itulah yang kami lakukan, hal kecil, tapi dengan cinta yang besar bagi Tuhan, bagi bumi, dan bagi sesama.

Kami juga percaya, tindakan sederhana ini punya makna rohani yang dalam.

Dalam Kolose 3:23, Rasul Paulus menulis:
"Apapun juga yang kamu buat, buatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."

Ayat ini menjadi pengingat bahwa pelayanan tidak selalu berada di mimbar atau altar. Ia bisa hadir dalam bentuk tangan yang memungut sampah, langkah yang berjalan setia di tepi jalan, atau senyum tulus kepada sesama di tengah kerja pagi.


Refleksi pribadi:
Ada perasaan damai yang tidak bisa dijelaskan setiap kali kami selesai melakukan Jumat Bersih. Kelelahan fisik memang ada, tapi ada kelegaan yang jauh lebih besar. Seolah-olah Tuhan sedang berkata, "Itu anak-anak-Ku. Mereka sedang menjaga taman-Ku." Kami pun belajar bahwa pelayanan bukan soal dilihat orang, tapi soal setia dalam hal-hal yang sederhana.

Rencana kami selanjutnya tetap konsisten. Jumat depan, dengan kekuatan dan semangat yang Tuhan beri, kami akan kembali turun ke jalan. Bukan karena ini kewajiban, tapi karena ini panggilan: panggilan untuk mencintai lingkungan, mencintai sesama, dan mencintai Tuhan melalui tindakan nyata.

Post a Comment

0 Comments