property='og:image'/>

Jumat Tanpa Jejak: Ketika Jalan Poros Merindukan Langkah Kami

Pagi ini, Jumat, 1 Agustus 2025, tidak seperti biasanya. Jalan poros Lakahang–Mamasa yang biasanya ramai oleh langkah-langkah kecil penuh semangat, tiba-tiba terasa lengang. Kami tak hadir pagi ini. Tidak ada sapaan pagi dari rekan-rekan, tidak ada tumpukan sampah yang dipungut dengan tangan kosong, dan tidak ada suara canda ringan yang biasa menyertai langkah-langkah pelayanan kami. Hari ini, Jumat Bersih seakan mengambil jeda.

Entah karena kesibukan pribadi, agenda mendadak, atau mungkin tubuh yang meminta istirahat, kegiatan kami pagi ini kosong. Dan anehnya, kami semua merasa ada yang hilang. Seperti jalan poros yang terbiasa menyambut kami, pagi ini ia berdiri diam, seolah sedang mencari kami. Seperti menanti jejak kaki yang biasanya mengisi sunyi aspalnya dengan niat yang tulus dan pelayanan yang setia.

Namun mungkin, keheningan ini juga perlu. Dalam jeda, Tuhan sering berbicara paling jernih. Dalam tidaknya kami turun ke jalan, mungkin Tuhan ingin kami memeriksa kembali alasan kami melangkah. Bahwa pelayanan bukan soal rutinitas semata, tapi soal hati yang tetap menyala, bahkan saat kaki tak berjalan. Dan kadang, jeda adalah bagian dari irama kesetiaan itu sendiri.




"Sebab Allah tidak lalai memperhatikan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang."
Ibrani 6:10

"Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari... ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang."
Pengkhotbah 3:4–6

"Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya."
Yesaya 40:29

Jadi, meski hari ini tidak ada jejak kami di jalan poros itu, namun biarlah Tuhan tetap menemukan hati kami yang berserah, dan mengisi jeda ini dengan kekuatan baru untuk melangkah lebih tulus minggu depan. Karena kesetiaan tidak hanya diukur dari berapa jauh kita berjalan, tetapi dari seberapa dalam kita mengizinkan Tuhan menyentuh hati kita, bahkan saat kita berhenti sejenak.

Post a Comment

0 Comments