
"Waspada panggilan mencurigakan: wajahmu dipakai bisa untuk menipu orang lain."
Ketika Wajah Sendiri Menjadi Perangkap
Di sebuah desa yang tenang, jauh dari keramaian kota besar, siapa sangka ancaman dunia digital bisa menuduh begitu nyata? Beberapa hari yang lalu, ponsel istri saya berdering. Anehnya, yang muncul di layar bukan nama atau nomor biasa, melainkan wajahnya sendiri, seolah-olah sedang difoto dari kamera depan. Ia tidak menjawab. Besoknya, saya mengalami hal serupa. Nomor dengan kode luar negeri (+852) tiba-tiba masuk, dan wajah saya sendiri muncul di layar. Rasanya janggal, seperti disergap oleh bayangan sendiri.
Setelah saya mencari tahu, rupanya ini adalah modus baru penipuan digital. Jika kita menjawab panggilan seperti itu, sistem ponsel dapat mengaktifkan Face ID dan merekam suara secara otomatis. Wajah dan suara kita bisa dicuri, lalu diproses dengan teknologi AI deepfake untuk membuat panggilan palsu. Tujuan? Menipu orang-orang terdekat seolah-olah yang menelepon itu benar-benar kita. Wajahnya sendiri menjadi jebakan. Dunia digital semakin lihai, dan kita tidak bisa lagi merasa aman hanya karena tinggal di pedalaman.
Tipuan Tak Lagi Bersenjata, Tapi Bersetelan Teknologi
Kejahatan zaman dulu datang dengan parang dan suara keras. Kini, ia datang diam-diam, lewat senyuman palsu di layar. Lewat teknologi yang awalnya kita sambut dengan menakjubkan, namun bila disalahgunakan, bisa menjadi alat pemusnah kepercayaan dan keamanan.
Alkitab sudah memberikan peringatan jauh hari:
“Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang.”
(2 Korintus 11:14)
Saat ini, ia mungkin menyamar sebagai kita, melalui panggilan video yang tampak asli dan meyakinkan. Itulah sebabnya, hikmat bukan hanya soal ilmu di bangku sekolah, tapi juga soal kepekaan rohani dan kebijaksanaan dalam menyikapi perkembangan zaman.
Di Pinggiran, Kewaspadaan Adalah Wujud Iman

"Teknologi bisa jadi alat kejahatan bila tidak digunakan dengan bijaksana."
Meskipun kita tinggal di daerah yang dikelilingi ladang, bukit, dan kesunyian yang damai, dunia digital telah menembus batas. Jangan merasa aman hanya karena kita jauh dari pusat kota. Justru di dalam kita perlu lebih waspada dan jeli.
Jangan asal mengangkat telepon.
Jangan asal mengklik tautan.
Jangan mudah percaya, hanya karena suara dan wajahnya seperti orang yang kita kenal.
Firman Tuhan berkata:
"Berjaga-jagalah dan waspadalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."
(1 Petrus 5:8)
Yesus juga mengingatkan:
“Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”
(Matius 10:16)
Ini adalah sikap iman di era digital, hidup dalam kasih, namun tidak lengah.
Langkah Bijak untuk Warga Pinggiran
Apa yang bisa kita lakukan bersama?
@ Jangan menjawab panggilan dari nomor asing, terutama dengan kode luar negeri yang tidak dikenal.
@ Jangan bicara atau menatap kamera saat panggilan mencurigakan masuk.
@ Aktifkan perlindungan ganda di ponsel atau laptop: Face ID + PIN, dan autentikasi dua langkah.
@ Saling mengingatkan, kepada keluarga, tetangga, dan komunitas kita.
@ Doa harian, memohon perlindungan Tuhan. Karena:

"Firman Tuhan menjadi pelita di tengah kegelapan digital zaman ini."
“Jika bukan TUHAN yang menjaga kota, sia-sialah penjaga berjaga-jaga.” (Mazmur 127:1b)
Suara dari Pinggiran, Cahaya dari Dalam
Ini bukan sekadar cerita tentang teknologi, tetapi seruan dari pinggiran: bahwa hidup harus dijalani dengan hikmat dan iman. Dunia ini semakin canggih, namun juga semakin licik. Dan kita, sebagai orang yang percaya, harus tetap berjalan dalam terang Firman.
Mari hidup dengan mata terbuka, hati peka, dan pikiran jernih. Karena dunia bisa saja menatap wajah kita, tapi tidak semuanya tulus.
Kalau bukan kita yang berjaga, siapa lagi?
0 Comments