property='og:image'/>

Kasih Karunia Allah: Turun Menemui Kita di Lakahang

Kasih Karunia Allah: Turun Menemui Kita di Lakahang

Di tengah heningnya pagi Lakahang, suara ayam berkokok dan kabut tipis yang menyelimuti perbukitan Tabulahan seakan mengingatkan kita bahwa hidup di pedalaman bukan sekadar soal bertahan hidup, tetapi juga soal mengalami kasih karunia Allah yang nyata dalam keseharian.

Allah Turun Menemui Kita, Bukan Kita yang Harus Naik ke Surga

Banyak orang Kristen di berbagai tempat, termasuk kita di Lakahang, punya pemikiran bahwa untuk "mendekat kepada Tuhan", kita harus berusaha keras sendiri. Kita berpuasa, berdoa lama, ikut banyak kegiatan ibadah, bahkan merasa bersalah kalau kita tidak cukup "rohani". Padahal, Alkitab justru berkata sebaliknya. Allah sendiri yang turun kepada kita karena kita tidak bisa mencapai-Nya dengan kekuatan sendiri. Rasul Paulus berkata:

“Tetapi apa katanya? Ini: Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.”
(Roma 10:8a)

Ini adalah kabar baik. Kita tidak perlu mendaki gunung rohani dengan usaha sendiri untuk mencari Allah. Sebab Allah telah datang kepada kita dalam pribadi Yesus Kristus, dan sekarang hadir melalui Roh Kudus serta melalui sarana-sarana sederhana yang telah Ia tetapkan: Firman yang diberitakan, baptisan, perjamuan kudus, dan persekutuan jemaat.

Kesalehan yang Terbalik: Dari Kita atau dari Allah?

Sering kali kita menilai kerohanian kita dari apa yang kita lakukan: berapa lama kita berdoa, seberapa banyak kita melayani, atau seberapa sering kita ikut ibadah. Tentu hal-hal ini baik, tetapi kalau kita mengandalkan itu semua sebagai jalan menuju perkenanan Allah, maka kita jatuh dalam kesalehan yang terbalik. Orang-orang di zaman Calvin dulu berpikir bahwa semakin mereka menyendiri dan berdisiplin dalam hal rohani, semakin mereka dekat dengan Allah. Ada juga yang menjadikan komunitas sebagai tempat “menghindari dunia” supaya lebih suci. Tetapi Calvin mengingatkan: kesalehan sejati tidak dimulai dari usaha kita, tetapi dari pemberian Allah. Kita menerima kasih karunia bukan karena kita layak, tapi karena Allah mengasihi kita lebih dulu.

"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita."
(1 Yohanes 4:19)

Mengalami Kasih Karunia di Tengah Kehidupan Sederhana

Hidup di pedalaman seperti di Kelurahan Lakahang seringkali membuat kita merasa jauh dari “pusat” kekristenan. Tidak ada gereja besar, tidak banyak seminar atau konferensi rohani, bahkan sinyal pun terbatas. Namun, justru di sinilah kasih karunia itu menjadi nyata. Tuhan tidak menunggu kita sampai ke kota. Ia hadir di tengah jemaat sederhana, di ladang dan kebun, di rumah-rumah warga, bahkan di ruang ibadah yang kecil dan bersahaja. Tuhan hadir saat Firman dibacakan oleh penginjil kampung. Ia menyapa lewat doa yang tulus dari seorang mama yang setia. Ia menguatkan saat kita berbagi hasil panen dengan tetangga yang kekurangan. Kasih karunia Allah bukanlah sesuatu yang harus kita kejar sampai ke gunung Sinai, Ia hadir di lembah Lakahang, melalui kehidupan sehari-hari yang dilandasi iman.

Bukan untuk Disimpan, Tapi Diteruskan

Setelah kita menerima kasih karunia itu, kita tidak dipanggil untuk menyimpannya sendiri. Kasih karunia itu mengalir melalui kita, kepada tetangga, sesama jemaat, bahkan orang-orang yang tidak kita sukai. Kita tidak membawa perbuatan baik kepada Tuhan untuk menukar dengan keselamatan, tetapi kita membawa kasih kepada sesama karena kita telah lebih dulu dikasihi.

"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang..."
(Galatia 6:10)

Refleksi Iman untuk Orang-Orang Lakahang

  1. Apakah selama ini saya merasa harus "membuktikan" diri supaya Allah mengasihi saya?
  2. Apakah saya telah menerima kasih karunia Allah seperti anak yang dipeluk Bapanya?
  3. Bagaimana saya bisa menjadi saluran kasih karunia itu kepada sesama di kampung ini?

Penutup: Allah Menemui Kita di Tempat Kita Berada

Dalam kesunyian dusun, suara genta gereja, atau dalam perbincangan sederhana di kolong rumah, Allah menyatakan kasih-Nya. Ia tidak menunggu kita sampai kita cukup baik. Ia datang lebih dulu, melalui cara yang sederhana, tapi penuh kuasa.

Jangan kita abaikan kasih karunia yang sedang mengetuk pintu rumah dan hati kita.

Post a Comment

0 Comments