property='og:image'/>

Membangun Iman yang Kokoh di Tengah Dunia yang Runtuh

Membangun Iman yang Kokoh di Tengah Dunia yang Runtuh: Refleksi Apologetika Presuposisi di Lakahang

Di tengah dinamika kehidupan masyarakat pedalaman seperti di Kelurahan Lakahang, Kecamatan Tabulahan, Mamasa, kita tak bisa menutup mata terhadap tantangan zaman: pola pikir sekuler mulai masuk melalui pendidikan, media, bahkan obrolan harian anak muda. Banyak dari kita diajarkan untuk mempertanyakan segala sesuatu, termasuk iman kepada Allah, dengan cara berpikir yang mengandalkan akal manusia sebagai standar tertinggi kebenaran. Namun, dalam terang iman Kristen yang Alkitabiah, pendekatan seperti itu menyimpan bahaya besar. Kita tidak bisa menempatkan Allah di kursi pesakitan dan bertanya, “Apakah Engkau benar-benar ada? Apakah firman-Mu sungguh bisa dipercaya?” Seperti yang dikatakan Rasul Paulus:

“Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah?” (Roma 9:20)
“Allah harus dianggap benar, sekalipun setiap manusia adalah pendusta”
(Roma 3:4)

Iman Bukan Uji Coba: Allah Tidak Diadili

Sering kali, ketika menghadapi kesulitan hidup, kemiskinan, penyakit, kurangnya akses pendidikan, manusia cenderung mempertanyakan Tuhan. Tetapi, seperti kisah Ayub, Allah mengingatkan kita: bukan Dia yang perlu diuji, melainkan kitalah yang seharusnya diperiksa. Dalam Ayub 40:2, Tuhan berkata:

“Apakah si penggugat hendak mempermasalahkan Yang Mahakuasa? Biarlah dia yang menentang Allah menjawab!”

Sebagai masyarakat pedesaan yang sangat bergantung pada pertolongan Tuhan dalam pertanian, pekerjaan kasar, dan kehidupan sosial yang penuh tantangan, iman kepada Allah bukanlah teori, melainkan dasar hidup yang paling praktis. Maka, kita perlu meneguhkan keyakinan bahwa pengetahuan sejati dan hidup yang benar hanya mungkin jika dimulai dari pengakuan akan keberadaan dan otoritas Allah.

Apologetika Presuposisi: Beriman dengan Sadar

Cornelius Van Til, seorang teolog Reformed, memperkenalkan pendekatan apologetika presuposisi, yaitu membela iman Kristen dengan menyatakan bahwa tanpa Allah, tidak ada hal yang masuk akal. Pengetahuan, moralitas, dan logika semuanya hanya bisa dipahami secara utuh jika kita mulai dari firman Tuhan.

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.”
(Amsal 1:7)

Pendekatan ini sangat penting untuk kita di Mamasa, karena pendidikan modern sering membawa cara berpikir yang meremehkan iman. Banyak anak muda Lakahang yang sekolah di kota kembali dengan keraguan: "Apakah iman itu rasional? Apakah Kitab Suci itu dapat dipercaya?"

Apologetika presuposisi menjawab: bukan hanya iman Kristen itu masuk akal, tetapi TANPA iman Kristen, tak ada satu pun yang masuk akal. Jika kita mencoba memahami dunia tanpa firman Tuhan, kita akan tersesat dalam kontradiksi.

Refleksi untuk Lakahang: Bangun Hidup di Atas Batu Karang

Di tengah keterbatasan fasilitas dan akses di daerah seperti Lakahang, kita diajar untuk bersandar penuh pada Tuhan. Maka, kita harus menanamkan kepada generasi muda: iman bukan sekadar warisan, tetapi dasar segala pengetahuan dan hikmat.

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana yang mendirikan rumahnya di atas batu.”
(Matius 7:24)

Kita tidak membangun hidup kita di atas opini dunia, tetapi di atas Kristus Sang Kebenaran. Inilah tantangan apologetika di pedalaman, membela iman bukan hanya dengan kata, tetapi dengan cara hidup yang konsisten dan setia.

Penutup: Jangan Takut Berpikir secara Kristen

Sebagai orang percaya di Lakahang dan Tabulahan, kita tidak perlu merasa rendah diri di hadapan pemikiran modern. Justru, kita dipanggil untuk menunjukkan bahwa hikmat Allah yang tampak bodoh bagi dunia, sebenarnya lebih bijaksana dari semua filsuf dan pemikir hebat.

“Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia.”
(1 Korintus 1:25)

Mari kita hidup sebagai umat yang sadar secara iman dan pikiran, menolak segala cara berpikir yang menyingkirkan Tuhan, dan membangun generasi baru di Mamasa yang memiliki iman kuat, pikiran tajam, dan hati yang takut akan Tuhan.

Post a Comment

0 Comments